Tugas IV
Banyak
sekali pilihan dalam hidup ini yang membuat kita terbentur pada pilihan yang
rumit. Hal ini berlaku untuk apapun. Well saya merujuk pada suatu malam
di mana saya melihat dan mendengar betapa bahagianya mereka para pemuda pemudi
bangsa yang telah menyelesaikan studynya di universitas. Sebuah penantian yang
ditunggu akhirnya berbuah manis, namun apakah lulus adalah akhir dari sebuah
perjuangan? Saya pikir tidak.
Kita
boleh bahagia dan merayakan keberhasilan tersebut, namun jangan terlena dengan
itu. Saya teringat dengan salah satu quote : “In every ending there is a
new beginning of the next up“. Setiap akhir suatu cerita pasti menjadi
awal bagi cerita baru dalam hidup kita. Beban baru senantiasa kita sandang
ketika satu tugas telah rampung. So, buat yang baru tamat sekolah ataupun
kuliah, welcome to the real world.
Inilah
saat di mana idealnya kita memulai untuk independen, baik dalam hal membuat
keputusan, menanggung biaya hidup, memilih cara hidup, dan juga pekerjaan.
Well, saya fokus kepada pekerjaan. Ada dua pilihan, being a job seeker or a
job creator. Jawabannya ada di diri kita masing-masing.
***
Being
a Job Seeker
Ketika
kita memilih menjadi job seeker, maka kita kembali dihadapkan pada
pilihan jenis pekerjaan. Apakah jenis pekerjaan yang kita inginkan? Linear
dengan ilmu yang kita pelajari atau justru sebaliknya. Keduanya baik dan punya
konsekuensi masing-masing.
Pekerjaan
yang linear dengan ilmu yang sebelumnya kita pelajari memberikan kita
kesempatan untuk mengaplikasikan langsung ilmu tersebut serta dapat
mengembangkannya dengan lebih real. Pekerjaan seperti ini lebih mudah untuk
kita beradaptasi karena kita telah memiliki ilmu basicnya.
Berbeda
halnya dengan jenis pekerjaan yang tidak linear dengan disiplin ilmu kita. Di
sini penuh tantangan dan dibutuhkan kecakapan untuk belajar dengan cepat serta
tekanan yang lebih besar. Meski demikian, pekerjaannya akan memberikan
pengalaman baru serta ilmu baru bagi kita. Modal utamanya adalah kemampuan
untuk beradaptasi, bersosialisasi, berkomunikasi, fast learner, serta
keinginan yang kuat untuk menaklukan setiap hal yang notabenenya baru bagi diri
kita.
Setelah
memilih jenis pekerjaan (linear atau tidak linear dengan disiplin ilmu kita),
hal berikutnya yang akan kita hadapi adalah jenis instansi/kantor tempat di
mana kita akan bekerja. Pemilihan tempat untuk bekerja tidaklah mudah karena
kita dihadapkan pada keterbatasan kesempatan kerja dan jumlah instansi yang ada
untuk menampung kita. Dalam hal ini, sebagai generasi muda, umumnya akan sangat
labil. Ada yang memilih tempat kerja (dan juga pekerjaannya) karena gengsi dan
adapula karena kesenangan hati. Keduanya sangat bertolak belakang dan
konsekuensinya tidaklah mudah. Jujur saja, pada umumnya kita memilih pekerjaan
karena mengedepankan gengsi, bukan hati. Kita bekerja demi prestise (penilaian
orang lain). Kita mengabaikan suara jiwa (baca hati). Inilah mengapa bekerja
menjadi momok yang justru membuat kita berujung pada stress. Karena kita tidak
menikmati pekerjaan itu. Bagi saya, being happy is my priority. Kalau
kita senang, maka pekerjaan pasti dapat diselesaikan dengan baik. Dan ketika
pekerjaan diselesaikan dengan baik, berarti kita memberikan yang terbaik. Ini
tentu akan membuat kita lebih puas dan secara tidak langsung peningkatan karir
akan datang dengan mudahnya, bahkan tanpa di duga-duga.
Kebahagian
menjadi seorang job seeker lebih bersifat individu, kalaupun mau
kita perluas, paling jauh yakni kebahagian keluarga kita. Karena hasil dari
pekerjaan kita hanya dapat dirasakan oleh diri kita dan keluarga saja. Namun being
a job seeker bisa jadi sebuah langkah awal untuk belajar hingga kita
menemukan kepercayaan diri to start our own business (being a job creator),
isnt it?
***
Being
a Job Creator
Sebagai
generasi muda, saya pikir being a job creator justru lebih mulia.
Ingat ada istilah “yang muda yang dipercaya”. Secara eksplisit ini menegaskan
bahwa terbuka peluang yang luas bagi kawula muda untuk berkarya, untuk menjadi
pemberi solusi, untuk menjadi penerang. Dan untuk itu kita harus menjadi seorang
creator. Butuh kreatifitas dan keberanian.
Menjadi
job creator tidak sulit, meski tidak pula dibilang mudah. Kita
dihadapkan pada tantangan untuk sukses dan gagal yang pointnya sama, yakni
50:50. Tapi dengan perhitungan dan analisa yang tepat justru bisa dibuat
menjadi 99 : 1. Semuanya kembali kepada personalnya dan seberapa matang dirinya
dalam membuat analisa atas rencananya. Ini sangat mungkin terjadi dengan
berbekal ilmu secara teori serta tidak segan untuk belajar dari pengalaman para
pendahulu.
Next,
menjadi job creator berarti mengurangi pengangguran karena kita dapat
membuka peluang kerja bagi orang lain. So, satu langkah justru bisa menjadi
berkah bagi banyak pihak.
Apapun
pilihan kita, baik menjadi a job seeker or a job creator, pastikan
kita menjadi personal yang totally dalam menjalaninya. Sehingga setiap benturan
akan tampak sebagai kerikil untuk dilewati, bukan dikeluhkan. Mari kita bekerja
dengan hati, bukan mengedepankan gengsi.
Semangat
Muda, Mari berkarya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar