Jumat, 20 Maret 2015

Tugas 1 Jurnal Akuntansi Internasional (Summary)


Nama : Vierena Tirza Dwivantiara
Kelas : 4EB17
NPM  : 27211279

TUGAS I

a.    Judul          
Disclosure of R&D activities
b.    Penulis : Susana Maria Teixeira da Silva, Ana Isabel Abranches Pereira de Carvalho Morais, and Jose´ Dias Curto
c.    Jurnal : International Network of Business and Management 2013
d.    Tahun : 4 December 2013
e.    Penerjemah : Suno Christiawan  
e.    Sumber terjemahan : Blog Tugas Suno Christiawan

KESIMPULAN

Informasi tentang kegiatan R & D penting karena membantu dalam penilaian sebuah kemampuan perusahaan untuk menghadapi tantangan teknologi, yang dikenal melibatkan perubahan. Informasi ini juga dapat memungkinkan hasil perusahaan dari industri yang sama untuk dibandingkan, persyaratan kerja yang akan diperkirakan, serta menunjukkan tingkat perusahaan kepemimpinan teknologi dan kemampuannya untuk mempertahankan kepemimpinan ini.Menurut Chiucchi (2008), ada beberapa alasan bagi perusahaan mengungkapkan informasi tentang aset tidak berwujud mereka, dan membantu mengurangi asimetris informasi antara manajer, pemegang saham, dan investor. Namun, mengingat bahwa beberapa aset tidak berwujud tidak ditemukan pada Neraca, perusahaan seperti yang ICT dan Pharmaceutical Industries yang menggunakan teknologi yang lebih dan di mana aktiva tidak berwujud memainkan peran penting merasa lebih sulit untuk menarik investor dan lembaga keuangan. Dalam kasus ini, menurut RICARDIS (2006), pengungkapan sukarela informasi tentang aset tidak berwujud dapat membantu mengurangi ketidakpastian investor, dan sekaligus berkontribusi untuk akses yang lebih mudah untuk pendanaan. IASB mendirikan IAS 38 untuk menyelaraskan akuntansi dan pengungkapan aset tidak berwujud. Standar ini menetapkan aset tidak berwujud bagaimana yang tidak dicakup dalam pedoman lain harus dipertanggungjawabkan. Di Uni Eropa, penerapan IAS 38 di atau setelah 1 Januari 2005 adalah titik balik bagi akuntansi harmonisasi perusahaan yang terdaftar di bursa efek. Wajib dan Informasi sukarela pada kegiatan R & D diungkapkan oleh ICT dan Farmasi Industri dianalisis, serta faktor-faktor penentu pengungkapan, dalam rangka untuk menentukan apakah IAS 38 meningkatkan keterbukaan informasi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa antara tahun 2005 dan 2008 perusahaan dari sampel mengungkapkan informasi dalam laporan tahunan mereka sesuai dengan IAS 38. Informasi wajib diungkapkan terus meningkat, membenarkan hasil beberapa penulis (Cascino dan Gassen 2009; Chen et al 2010;.. Fontes et al 2005; Gomes et al. 2006; Yesus et al. 2008; Miihkinen 2008; Morais dan Curto 2008) yang melaporkan peningkatan tingkat keterbukaan informasi akuntansi setelah adopsi IFRS. Sehubungan dengan pengungkapan sukarela, hasil menunjukkan bahwa perusahaan dari sampel mengungkapkan informasi dalam laporan tahunan dan manajemen dari tahun 2005 sampai 2008 dan rata-rata pengungkapan adalah 46%. Rata-rata ini menguatkan hasil beberapa penulis (Domench 2001; Gomes et al 2006;. Gray dan Skogsvik 2004; Jones 2007; Leita~o 2006) melaporkan tingkat rendah pengungkapan sukarela aboutr & Dactivities. Menggunakan Regresi Linear Model, dua regresi linear yang dilakukan dengan menggunakan MDI dan VDI sebagai variabel dependen. Sehubungan dengan jelas yang variabel yang diteliti, itu menunjukkan bahwa DIM, END, TAUD, INT, dan SACT adalah signifikan secara statistik untuk variabel dependen MDI, sedangkan variabel DIM, END, REN, SACT, dan NEGARA secara statistik signifikan untuk bergantung VDI variabel. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa:

1. Ukuran perusahaan, hutang, jenis auditor, internasionalisasi, dan sektor kegiatan semua mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib pada kegiatan R & D; dan 
2. Ukuran perusahaan, hutang, profitabilitas, sektor kegiatan, dan negara semua mempengaruhi tingkat sukarela pengungkapan kegiatan R & D. Studi ini tidak menemukan bukti hubungan antaraprofitabilitas dan pengungkapan wajib informasi, atau antara jenis auditor dan internasionalisasi, dan tingkat pengungkapan sukarela. Akhirat, studi ini akan menganalisis apakah hasil yang sama diperoleh di negara-negara dengan tinggi R & D tingkat. Selain itu, variabel penjelas yang baru akan diperkenalkan, yang memungkinkan kesimpulan yang berbeda akan diperoleh dan identifikasi barupenentu mengenai pengungkapan informasi tentang kegiatan R & D. Keterbatasan makalah ini meliputi (kecil) ukuran dan spesifisitas sampel (Hanya Swedia dan Finish perusahaan) -thus sehingga mustahil untuk menggeneralisasi hasil ke negara-negara lain. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah minimnya beberapa variabel menjelaskan dipilih.


SARAN

1. Sebaiknya perusahaan tidak hanya melaporkan informasi dibutuhkan oleh IAS 38, tetapi juga membuat pengungkapan sukarela tentang kegiatan tersebut. Dengan memperhatikan faktor-faktor penentu pengungkapan kesimpulan berikut diambil:  seperti ukuran perusahaan, hutang, jenis auditor, internasionalisasi, dan sektor kegiatan yang signifikan secara statistik untuk '' Indeks Pengungkapan Diperlukan ''variabel dependen, sedangkan variabel seperti ukuran perusahaan, hutang, profitabilitas,sektor kegiatan, dan negara secara statistik signifikan untuk '' Indeks SukarelaPengungkapan' variabel dependen.

2. Kami melihat bahwa pengungkapan R&D dapat meningkatkan nilai pasar ekuitas, oleh sebab itulah sebaiknya pengungkapan aktivitas R&D ini digunakan lebih jauh lagi. Karena manfaat dari pengungkapan kegiatan R&D ini juga dapat melebihi pengungkapan baya.

3. Kelembagaan investor perusahaan sebaiknya mempertahankan informasi R&D, karena dari rekaman jumlah R&D yang terkait menunjukkan bahwa kapitalisasi R&D menyediakan insentif bagi perusahaan untuk menyebarkan informasi lebih jauh mengenai informasi R&D.



Artikel terkait tulisan ini dapat dibaca di :

Rabu, 14 Januari 2015

Kesiapan Dalam Menghadapi MEA 2015; Menjadi Job Seeker atau Job Creator?

Tugas V


Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang sering kita dengar dengan istilah MEA atau AFTA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem perdagangan bebas antara negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Indonesia dan sembilan negara lainnya telah menyepakati perjanjian MEA dengan tujuan untuk megubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
            Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfalitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekasnisme ASEAN.
            Asean Free Trade Area (AFTA) 2015 dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah di depan mata. Banyak peluang dan tantangan yang akan dihadapi Indonesia menjelang AFTA dan MEA. Era perdagangan kawasan ASEAN (AFTA) yang bakal berlangsung mulai 2015, menjadi tantangan serius bagi perusahaan dalam mengoptimalisasi sumber daya, kinerja, sistem manajemen, dan teknologi informasi.
Para pemimpin negara-negara ASEAN telah sepakat untuk mentransformasi wilayah ASEAN menjadi kawasan bebas aliran barang, jasa, investasi, permodalan, dan tenaga kerja. MEA menggambarkan adanya perekonomian yang mengglobal di antara negara-negara ASEAN dan MEA dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing ekonomi di kawasan regional ASEAN.
Sedangkan AFTA, sejatinya merupakan kesepakatan diantara negara-negara ASEAN untuk membentuk kawasan bebas perdagangan. Tujuan utamanya untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan bisnis ASEAN di kancah dunia. Harapannya, jika AFTA sukses, negara-negara ASEAN bisa menjadi basis produksi dunia, seperti Cina. Coba cek koleksi barang elektronik anda di rumah. Berapa banyak yang berlabel ‘Made in China’?
Dengan adanya kebijakan perdagangan bebas AFTA ini, nantinya tidak akan ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%), ataupun hambatan non-tarif untuk negara anggota ASEAN. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
Perkembangan terakhir terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Dengan adanya kebijakan-kebijakan terkait AFTA, tentu akan menyusul tantangan serta peluang yang akan dihadapi negara Indonesia, khususnya di sisi bisnis dan ekonomi. Pertanyaannya, siapkah kita?
            Terkait dengan MEA yang harus dihadapi Indonesia, menurut saya, sebagai generasi muda, saya pikir being a job creator justru lebih mulia. Ingat ada istilah “yang muda yang dipercaya”. Secara eksplisit ini menegaskan bahwa terbuka peluang yang luas bagi kawula muda untuk berkarya, untuk menjadi pemberi solusi, untuk menjadi penerang. Dan untuk itu kita harus menjadi seorang creator. Butuh kreatifitas dan keberanian.
Menjadi job creator tidak sulit, meski tidak pula dibilang mudah. Kita dihadapkan pada tantangan untuk sukses dan gagal yang pointnya sama, yakni 50:50. Tapi dengan perhitungan dan analisa yang tepat justru bisa dibuat menjadi 99 : 1. Semuanya kembali kepada personalnya dan seberapa matang dirinya dalam membuat analisa atas rencananya. Ini sangat mungkin terjadi dengan berbekal ilmu secara teori serta tidak segan untuk belajar dari pengalaman para pendahulu.
Next, menjadi job creator berarti mengurangi pengangguran karena kita dapat membuka peluang kerja bagi orang lain. So, satu langkah justru bisa menjadi berkah bagi banyak pihak. 
Terlepas dari beberapa hal diatas, pasti banyak orang yang bertanya-tanya apa sih kelebihan dan kekurangan menjadi seorang job creator dibanding job seeker. Setiap apa yang kita pilih untuk hidup kita pasti selalu terdapat kelebihan dan kekurangan, dalam hal ini kelebihan dan kekurangannya adalah :

a.       Waktu yang kita miliki menjadi lebih banyak
Waktu yang kita miliki pasti akan lebih fleksibel dibanding menjadi seorang job seeker yang setiap harinya selalu terikat dengan waktu.

b.      Mempunyai pendapatan sendiri
Berbeda dengan job seeker, mereka menghasilkan uang dengan bekerja dan di gaji sesuai dengan kesepakatan, tidak seperti job creator yang bisa mendapatkan uang yang banyak atau sedikitnya tergantung usaha dari dirinya sendiri.

c.       Membuka lapangan pekerjaan baru
Dalam hal ini job creator dapat membuka lapangan pekerjaan baru yang sangat bermanfaat untuk semua orang.

d.      Ilmu dan wawasan semakin luas
Tak hanya rekanan saja yang bertambah, ilmu pengetahuan dan wawasan akan terus berkembang. Misalnya ilmu dan wawasan seputar perkembangan bisnis,ekeonomi dan sosial. Hal ini  juga bisa didapatkan dari  rekanan/client yang sering kita temui.

e.       Memperluas usaha dengan mempunyai banyak rekan
Dengan menjadi job creator, sehari-harinya kita akan bertemu dengan banyak orang, dan bisa saja salah satu dari beberapa orang yang sering kita temui dapat menjadi Partner bisnis yang menguntungkan untuk memperluas usaha yang kita dirikan.

f.       Dapat menyalurkan hobby melalui pekerjaan
Hal ini akan menjadi nilai tambah bagi seorang job creator. Karena kita dapat menyalurkan hobby atau bakat yang kita punya untuk menghasilkan barang atau jasa yang bermanfaat bagi banyak orang.

Sedangkan untuk kekurangannya adalah :

a.       Pendapatan yang diterima tidak pasti

b.      Bekerja dengan waktu yang panjang
Tentu seorang job creator ingin selalu mengembangkan usahanya, namun kadangkala proses ini sangat memakan banyak waktu dan dituntut untuk bekerja keras.

c.       Modal yang pas-pasan
Seorang job creator baru – baru untuk memulai usaha pasti dengan modal yang sangat minim, karena pada dasarnya ia baru mencoba sesuatu hal yang baru. Hal ini akan berdampak positif dan negatif, positifnya jika ia dapat menggunakan modal dengan sebaik-baiknya maka ia akan mendapatkan tambahan modal serta dapat menambah aset dalam menjalankan usahanya, sedangkan negatifnya jika ia tidak dapat memanfaatkannya dengan baik, alhasil modal yang ia keluarkan akan menjadi sia-sia dan terbuang dengan percuma.

d.      Tanggung jawab serta resiko yang besar
Hal ini mungkin sudah biasa bagi seorang job creator. Kelangsungan usaha yang dimilikinya tergantung dari kemampuan pemilik usaha. Jika ia dapat meminimalisir semua hambatan dan dapat menggeser resiko, otomatis resiko yang ia hadapi akan semakin kecil.

e.       Banyaknya beban pikiran
Seorang job creator sama seperti yang lainnya ia hanyalah seorang manusia, beban yang ia pikul bukan hanya kehidupan sehari-harinya namun juga dengan usaha yang ia dirikan. Dalam hal ini apabila seorang job creator merasa tidak mampu menyelesaikan masalahnya maka yang di lakukan adalah harus bisa mengkonsultasikan masalah bisnisnya pada rekan bisnis yang lebih senior atau jasa konsultan bisnis. Agar problem yang di hadapi segera teratasi.
Meskipun demikian, sebenarnya menjadi seorang job creator maupun job seeker adalah keinginan dari individual masing-masing. Hal ini pada dasarnya sangat berpengaruh juga terhadap kemampuan dan hati nurani mereka masing-masing. Jika ia lebih suka dengan membuat usaha sendiri atau lebih memilih bekerja sebagai seorang pegawai di sebuah entitas itupun tidak masalah.
Yang terpenting bagaimana ia bisa mengatur apa yang ia kerjakan. Karena setiap apa yang kita pilih akan menentukan bagaimana nasib kita dimasa yang akan datang, maka dari itu harus dipikirkan secara matang-matang agar jalan yang kita ambil tidak salah dan menyesatkan diri sendiri. Percaya pada hati bahwa apa yang kita lakukan itu benar dan tidak merugikan orang lain.