Rabu, 14 Januari 2015

Contoh Kasus Fraud dan Abuse

Tugas II


1. KERETA API KOMUTER
Pak Hadi bekerja sebagai petugas pengecekan karcis kereta api Komuter jurusan Surabaya Sidoarjo. Pekerjaan sehari – hari pak Hadi adalah memberi tanda untuk setiap karcis bagi penumpang kereta api tersebut. Bagi yang kedapatan tidak bisa menunjukkan karcis maka harus membayar dua kali tarif yang seharusnya atau harus turun di stasiun terdekat. Misalnya tarif sebarusnya Rp. 2.000,00 maka apabila tidak membawa karcis maka harus membayar Rp. 4.000,00 dan kepada penumpang tersebut diberikan karcis penganti yang disebut “Suplisi”. Suplisi diberikan sebagai bukti bahwa penumpang tersebut telah membayar jasa kereta api ditambah denda. Pada suatu saat Pak Hadi menjumpai penumpang yang tidak membawa karcis, karena kedapatan tidak membawa karcis maka penumpang tadi langsung memberikan uang sebesar Rp. 2.000,00 sebesar karcis penumpang biasa. Oleh pak Hadi uang tersebut diterima dan kepada penumpang tersebut tidak  tidak diturunkan di stasiun terdekat, dan tidak diberikan Suplisi.


2. Kasus PT Era Property
PT Era Property bergerak dibidang broker property dengan mendapat penghasilan berupa fee atas tanah/bangunan yang dijualkannya yaitu sebesar 2%. Sumarno adalah seorang broker pada PT Era Property dengan gaji berupa komisi 40% dari fee yang diterima perusahaan atas penjualan tanah/bangunan, sebagai broker yang  berpengalaman suatu ketika dia diminta oleh pamannya bernama Manteb untuk mencarikan tanah diwilayah Sidoarjo untuk dijadikan pabrik plastik. Setelah menjelaskan persyaratan dan feenya yang harus dibayar Manteb, Sumarno kemudian memberikan beberapa pilihan tentang lokasi tanah yang diminta, sehingga Manteb tertuju pada sebidang tanah di Krian milik Hamdi. Namun atas tanah tsb sudah ada yang menawar Rp. 2 Milyar tetapi Sumarno minta Rp. 2,5 Milyar, sehingga disarankan agar Manteb menawar di atas Rp. 2 Milyar, tetapi Manteb berpesan kepada Sumarno bahwa dia bersedia menawar sedikit di atas penawar I, dan jika penawar I meningkatkan tawaran agar memberitahu ke Manteb sehingga dia bisa menawar sedikit di atas penawar I. Pada suatu ketika penawar I meningkatkan tawaran menjadi Rp. 2.200.000.000,-. Sumarno langsung memberitahukan kepada Manteb untuk membeli di atas Rp. 2,2 M. Tetapi masalah timbul ketika pemilik tanah tidak bersedia menjual dibawah Rp. 2,5 Milyar, tetapi dari diplomasi Sumarno akhirnya penjual mau menjual Rp. 2,2 Milyar. Akhirnya Manteb bersedia membeli tanah sebesar Rp. 2.210.000.000,-. Sehingga perusahaan menerima fee sebesar 5 % (Rp. 44.200.000,-) dan Sumarno mendapat komisi 40% (17.680.000,-).

3. KASUS PT X
Sebuah perusahaan bergerak dibidang industri alat rumah tangga, dalam menjalankan usahanya terletak di Surabaya. Perusahaan tersebut memiliki pegawai sekitar 600 orang yang terbagi dalam beberapa devisi, untuk devisi pembelian terdapat 4 orang, penjualan 15 orang dan administrasi lainnya 20 orang dan sisanya bagian produksi. Antok adalah pegawai bagian pembelian. Segala pembelian harus masuk melewati Antok dan tentunya untuk penagihan juga harus persetujuan Antok. Karena Antok bertugas di bagian pembelian, beberapa supplier mempercayakan penagihannya kepada Antok, ada supplier bernama Awang setuju bahwa setiap pembayaran akan dilakukan setelah 3 bulan sejak pengiriman barang. Kemudian Antok berusaha menagihkan uang supplier (Awang) tersebut kepada PT X tempatnya bekerja dan ternyata uang supplier tersebut sudah dibayarkan oleh PT X untuk diberikan ke Supplier dua bulan setelah pengiriman barang. Kemudian Antok memberikannya ke Awang sebulan setelah pencairan tersebut. Awang tidak merasa dirugikan karena uang tetap cair dalam jangka 3 bulan, walaupun uang tersebut sudah cair sebulan sebelumnya, tetapi masih di tangan Antok.

4.  Kasus PT Honda Motor
PT Honda Motor merupakan dealer sepeda motor Yamaha. Dalam penjualannya dibatu oleh beberapa sales. Perusahaan menetapkan bahwa gaji sales berupa gaji pokok sebesar Rp. 300.000,- ditambah Bonus yang dihitung dari jumlah penjualan yang dilakukan. Pada suatu hari saya membeli sebuah sepeda motor merk Yamaha ke Dealer PT Honda Motor.  Berdasarkan price list, saya tertarik membeli sebuah sepeda motor Mio. Harga di price list tersebut sebesar Rp. 10.500.000,- on the road. Tetapi saya coba untuk menanyakan kepada seorang sales bernama Djoko, apakah harga tersebut bisa kurang, setelah negosiasi beberapa saat akhirnya disepakati harga sebesar Rp. 10.250.000,- tetapi dengan satu syarat bahwa kwitansi dan bukti pembayarannya tetap sebesar Rp. 10.500.000,-. Akhirnya saya menyanggupinya dengan membayar Rp. 10.250.000,- dan memperoleh kwitansi Rp. 10.500.000,-.

5. KASUS PENGGELAPAN UANG DI PT ASIAN AGRI ABADI OILS & FATS LTD
Sebenarnya saat ini, berita yang sedang marak adalah kasus mengenai penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri Group (Asian Agri). Modus operandi yang dilakukan oleh Asian Agri adalah dengan cara menggelembungkan biaya perusahaan sebesar Rp. 1,5 tiliun, membengkakkan kerugian transaksi ekspor sebesar Rp. 232 Miliar, serta mengecilkan hasil penjualan sebesar Rp. 889 miliar. Hal tersebut menyebutkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajaknya fiktif dan mengakibatkan kerugian untuk negara yang untuk sementara diperkirakan mencapai 30% dari total biaya fiktif yang mencapai Rp. 2,62 triliun atau sebesar Rp. 786,3 miliar.
Kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri tersebut di atas di ungkapkan oleh karyawannya, Vincentius Amin Sutanto(vincent), karena Asian Agri terus mengejar Vincent atas kasus penggelapan uang Asian Agri sebesar Rp. USD 3,1 juta atau sekitar Rp. 30 miliar. Vincent adalah mantan Financial Controller Asian Agri Group – induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas (RGM), milik Sukanto Tanoto- orang terkaya di Indonesia tahun 2006 versi majalah forbes. Asian Agri bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, coklat, dan karet.
Modus operandi yang dilakukan Vincent, yang merupakan otak pelaku kejahatan, adalah dengan mendirikan PT fiktif dan rekening fiktif. Dia bekerja sama dengan kedua temannya yang dikenalnya ketika mengambil gelas MBA di Amerika, yaitu Hendri Susilo dan AFS yang membuat akta pendirian perusahaan yaitu PT Asian Agri Jaya dan PT Asian Agri Utama. Vincent berjanji akan memberikan 10% keuntungan kepada temannya tersebut. Perusahaan tersebut kemudian membuka rekening di sebuah bank di Indonesia yang digunakan untuk menampung uang hasil kejahatannya. Pada tanggal 13 November 2006, Vincent membuat dua lembar aplikasi pengiriman uang PT Asian Agri Oils and Fats Ltd, yang tersimpan di rekening Fortis  Bank Singapore. Surat itu berisi permintaan agar bank mentransfer USD 1,2 juta ke rekening PT Asian Agri Utama dan USD 1,9 juta ke rekening PT Asia Agri Jaya di Panin Bank. Aplikasi ini dibuat dan ditandatangani Vincent dengan memalsukan tanta tangan dua pejabat tingi perusahaan di Singapura. Kemudian pada tangga 15 November 2006, uang tersebut ditransfer ke rekening Bank Panin milik PT Asian Agri Jaya yang didirikan oleh Hendri. Sehari kemudian perusahaan di Singapura mengecek transfer tadi, ternyata anak perusahaan di Jakarta tidak menerima uang tersebut, yang menerima malah perusahaan lain (yang didirikan Hendri). Kemudian Asian Agri pun melaporkan keganjilan tersebut kepada polisi dan rekening untuk penampung transfer tersebut ketahuan dan diblokir, padahal Vincent baru mengambil Rp. 200 juta.
Asian Agri yang dibantu polisi, sudah keburu mengendus aksinya dan melakukan pengejaran, Vincent lalu melarikan diri ke Singapura. Sebagai salah satu akuntan top di Asian Agri, Vincent memiliki banyak dokumen penting yang hendak dijadikan senjata agar pihak Asian Agri mau mengampuninya dan tidak membawa kasus tersebut ke polisi. Namun, pihak Asian Agri terus mengejarnya, akhirnya Vincent memutuskan untuk menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya dan melaporkan kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri, sehingga pihak Asian Agri pun harus berurusan dengan polisi dan Direktorat Jenderal Pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar