Tugas II
1. KERETA API KOMUTER
Pak Hadi bekerja sebagai petugas pengecekan karcis
kereta api Komuter jurusan Surabaya Sidoarjo. Pekerjaan sehari – hari pak Hadi
adalah memberi tanda untuk setiap karcis bagi penumpang kereta api tersebut.
Bagi yang kedapatan tidak bisa menunjukkan karcis maka harus membayar dua kali
tarif yang seharusnya atau harus turun di stasiun terdekat. Misalnya tarif
sebarusnya Rp. 2.000,00 maka apabila tidak membawa karcis maka harus membayar
Rp. 4.000,00 dan kepada penumpang tersebut diberikan karcis penganti yang
disebut “Suplisi”. Suplisi diberikan sebagai bukti bahwa penumpang tersebut
telah membayar jasa kereta api ditambah denda. Pada suatu saat Pak Hadi
menjumpai penumpang yang tidak membawa karcis, karena kedapatan tidak membawa
karcis maka penumpang tadi langsung memberikan uang sebesar Rp. 2.000,00
sebesar karcis penumpang biasa. Oleh pak Hadi uang tersebut diterima dan kepada
penumpang tersebut tidak tidak
diturunkan di stasiun terdekat, dan tidak diberikan Suplisi.
2. Kasus PT Era Property
PT Era Property bergerak dibidang broker property
dengan mendapat penghasilan berupa fee atas tanah/bangunan yang dijualkannya
yaitu sebesar 2%. Sumarno adalah seorang broker pada PT Era Property dengan
gaji berupa komisi 40% dari fee yang diterima perusahaan atas penjualan
tanah/bangunan, sebagai broker yang
berpengalaman suatu ketika dia diminta oleh pamannya bernama Manteb
untuk mencarikan tanah diwilayah Sidoarjo untuk dijadikan pabrik plastik.
Setelah menjelaskan persyaratan dan feenya yang harus dibayar Manteb, Sumarno
kemudian memberikan beberapa pilihan tentang lokasi tanah yang diminta,
sehingga Manteb tertuju pada sebidang tanah di Krian milik Hamdi. Namun atas
tanah tsb sudah ada yang menawar Rp. 2 Milyar tetapi Sumarno minta Rp. 2,5
Milyar, sehingga disarankan agar Manteb menawar di atas Rp. 2 Milyar, tetapi
Manteb berpesan kepada Sumarno bahwa dia bersedia menawar sedikit di atas
penawar I, dan jika penawar I meningkatkan tawaran agar memberitahu ke Manteb
sehingga dia bisa menawar sedikit di atas penawar I. Pada suatu ketika penawar
I meningkatkan tawaran menjadi Rp. 2.200.000.000,-. Sumarno langsung
memberitahukan kepada Manteb untuk membeli di atas Rp. 2,2 M. Tetapi masalah
timbul ketika pemilik tanah tidak bersedia menjual dibawah Rp. 2,5 Milyar,
tetapi dari diplomasi Sumarno akhirnya penjual mau menjual Rp. 2,2 Milyar.
Akhirnya Manteb bersedia membeli tanah sebesar Rp. 2.210.000.000,-. Sehingga
perusahaan menerima fee sebesar 5 % (Rp. 44.200.000,-) dan Sumarno mendapat
komisi 40% (17.680.000,-).
3. KASUS PT X
Sebuah perusahaan bergerak dibidang industri alat
rumah tangga, dalam menjalankan usahanya terletak di Surabaya. Perusahaan
tersebut memiliki pegawai sekitar 600 orang yang terbagi dalam beberapa devisi,
untuk devisi pembelian terdapat 4 orang, penjualan 15 orang dan administrasi
lainnya 20 orang dan sisanya bagian produksi. Antok adalah pegawai bagian
pembelian. Segala pembelian harus masuk melewati Antok dan tentunya untuk
penagihan juga harus persetujuan Antok. Karena Antok bertugas di bagian
pembelian, beberapa supplier mempercayakan penagihannya kepada Antok, ada
supplier bernama Awang setuju bahwa setiap pembayaran akan dilakukan setelah 3
bulan sejak pengiriman barang. Kemudian Antok berusaha menagihkan uang supplier
(Awang) tersebut kepada PT X tempatnya bekerja dan ternyata uang supplier
tersebut sudah dibayarkan oleh PT X untuk diberikan ke Supplier dua bulan
setelah pengiriman barang. Kemudian Antok memberikannya ke Awang sebulan setelah
pencairan tersebut. Awang tidak merasa dirugikan karena uang tetap cair dalam
jangka 3 bulan, walaupun uang tersebut sudah cair sebulan sebelumnya, tetapi
masih di tangan Antok.
4. Kasus PT
Honda Motor
PT Honda Motor merupakan dealer sepeda motor Yamaha.
Dalam penjualannya dibatu oleh beberapa sales. Perusahaan menetapkan bahwa gaji
sales berupa gaji pokok sebesar Rp. 300.000,- ditambah Bonus yang dihitung dari
jumlah penjualan yang dilakukan. Pada suatu hari saya membeli sebuah sepeda
motor merk Yamaha ke Dealer PT Honda Motor.
Berdasarkan price list, saya tertarik membeli sebuah sepeda motor Mio.
Harga di price list tersebut sebesar Rp. 10.500.000,- on the road. Tetapi saya
coba untuk menanyakan kepada seorang sales bernama Djoko, apakah harga tersebut
bisa kurang, setelah negosiasi beberapa saat akhirnya disepakati harga sebesar
Rp. 10.250.000,- tetapi dengan satu syarat bahwa kwitansi dan bukti
pembayarannya tetap sebesar Rp. 10.500.000,-. Akhirnya saya menyanggupinya
dengan membayar Rp. 10.250.000,- dan memperoleh kwitansi Rp. 10.500.000,-.
5. KASUS PENGGELAPAN UANG DI PT ASIAN AGRI ABADI OILS & FATS LTD
Sebenarnya saat ini, berita yang sedang marak
adalah kasus mengenai penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri Group
(Asian Agri). Modus operandi yang dilakukan oleh Asian Agri adalah dengan cara
menggelembungkan biaya perusahaan sebesar Rp. 1,5 tiliun, membengkakkan
kerugian transaksi ekspor sebesar Rp. 232 Miliar, serta mengecilkan hasil
penjualan sebesar Rp. 889 miliar. Hal tersebut menyebutkan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) pajaknya fiktif dan mengakibatkan kerugian untuk negara yang
untuk sementara diperkirakan mencapai 30% dari total biaya fiktif yang mencapai
Rp. 2,62 triliun atau sebesar Rp. 786,3 miliar.
Kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri tersebut
di atas di ungkapkan oleh karyawannya, Vincentius Amin Sutanto(vincent), karena
Asian Agri terus mengejar Vincent atas kasus penggelapan uang Asian Agri
sebesar Rp. USD 3,1 juta atau sekitar Rp. 30 miliar. Vincent adalah mantan Financial
Controller Asian Agri Group – induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda
Mas (RGM), milik Sukanto Tanoto- orang terkaya di Indonesia tahun 2006 versi
majalah forbes. Asian Agri bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, coklat,
dan karet.
Modus operandi yang dilakukan Vincent, yang
merupakan otak pelaku kejahatan, adalah dengan mendirikan PT fiktif dan
rekening fiktif. Dia bekerja sama dengan kedua temannya yang dikenalnya ketika
mengambil gelas MBA di Amerika, yaitu Hendri Susilo dan AFS yang membuat akta
pendirian perusahaan yaitu PT Asian Agri Jaya dan PT Asian Agri Utama. Vincent
berjanji akan memberikan 10% keuntungan kepada temannya tersebut. Perusahaan
tersebut kemudian membuka rekening di sebuah bank di Indonesia yang digunakan
untuk menampung uang hasil kejahatannya. Pada tanggal 13 November 2006, Vincent
membuat dua lembar aplikasi pengiriman uang PT Asian Agri Oils and Fats Ltd,
yang tersimpan di rekening Fortis Bank
Singapore. Surat itu berisi permintaan agar bank mentransfer USD 1,2 juta ke
rekening PT Asian Agri Utama dan USD 1,9 juta ke rekening PT Asia Agri Jaya di
Panin Bank. Aplikasi ini dibuat dan ditandatangani Vincent dengan memalsukan
tanta tangan dua pejabat tingi perusahaan di Singapura. Kemudian pada tangga 15
November 2006, uang tersebut ditransfer ke rekening Bank Panin milik PT Asian
Agri Jaya yang didirikan oleh Hendri. Sehari kemudian perusahaan di Singapura
mengecek transfer tadi, ternyata anak perusahaan di Jakarta tidak menerima uang
tersebut, yang menerima malah perusahaan lain (yang didirikan Hendri). Kemudian
Asian Agri pun melaporkan keganjilan tersebut kepada polisi dan rekening untuk
penampung transfer tersebut ketahuan dan diblokir, padahal Vincent baru
mengambil Rp. 200 juta.
Asian Agri yang dibantu polisi, sudah keburu
mengendus aksinya dan melakukan pengejaran, Vincent lalu melarikan diri ke
Singapura. Sebagai salah satu akuntan top di Asian Agri, Vincent memiliki
banyak dokumen penting yang hendak dijadikan senjata agar pihak Asian Agri mau
mengampuninya dan tidak membawa kasus tersebut ke polisi. Namun, pihak Asian
Agri terus mengejarnya, akhirnya Vincent memutuskan untuk menyerahkan diri ke
Polda Metro Jaya dan melaporkan kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan
oleh Asian Agri, sehingga pihak Asian Agri pun harus berurusan dengan polisi
dan Direktorat Jenderal Pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar