Senin, 13 Januari 2014

Debar yang Kembali



Tuhan memberikan keajaiban, yaitu : Cinta pandangan pertama
yang selalu disangsikan banyak orang, termasuk aku.
Di tengah segala hal tersebut, Tuhan menghukum aku.
Aku dibuat berkali-kali mencintai seseorang pada pandangan pertama.
-Christian Sandiego
Christian Sandiego, namaku tertulis di daftar peserta yang diterima dalam Open Recruitment BEM Sanata Darma region Bekasi. Sebagai mahasiswa yang tidak hanya ingin menjadi kupu – kupu alias kuliah-pulang-kuliah-pulang, diterima dalam organisasi bergengsi incaran banyak mahasiswa ini menjadi berkat tersendiri yang pastinya akan mewarnai segala macam aktivitas perkuliahanku. Sudah aku bayangkan bahwa kehidupan perkuliahanku tidak akan membosankan, akan ada banyak pengalaman yang menantiku di waktu depan, dan siapa yang tahu akan ada cerita cinta yang terselip dalam kehidupanku di saat aku berada dalam organisasi ini, who knows?. Aku tersenyum senangAh, perjuanganku tak sia – sia, thank God aku bersyukur dalam hati.
***
Viva Fielicha Stania, namaku tertulis di daftar peserta yang diterima dalam Open Recruitment BEM Sanata Darma region pusat. Baguslah, keisengenku dalam mencoba peruntungan untuk lolos ke dalam organisasi mahasiswa ini berbuah manis. Walau sejujurnya niatanku dalam bergabung dengan organisasi ini bukan hanya semata – mata ingin menjadi aktivis atau memberikan sedikit tuah pada kampusku.Melainkan, percobaan untuk mencari kesibukan agar segala macam pikiran dan perasaanku teralihkan dari masa lalu yang begitu pahit. Ya, pahit! Hingga membuatku membangun tembok tebal pembatas antara ruang cintaku dengan para pengisinya.Setidaknya aku akan melupakan dia secepatnya seloroh batinku.
***
“Chris, acara job fair nanti keuangannya tolong laporin ke gue ya!,” pinta seorang perempuan yang parasnya sedari awal rapat perdana BEM membuat hatiku kikuk.
“Iya Ndra, nanti gue minta koordinator perlengkapan laporin pengeluaran dulu, nanti baru gue report ke elo,” balasku mencoba untuk tenang mengendalikan hati yang terlanjur salah tingkah.
“Okay, ditunggu,” ucapnya singkat dan langsung pergi mengurus hal lain.
Diandra adalah salah satu dari mahasiswa yang namanya tercatat sebagai pendaftar yang diterima masuk dalam BEM Sanata Darma region Bekasi.Otomatis, dia menjadi rekan kerjaku dalam organisasi ini.Sedari awal pertemuan pertama anggota baru, Diandra lah yang mencuri segala pandangan dan perhatian, termasuk juga minat hatiku.Rambut hitam panjang, kerlip mata yang indah, bibirnya kecil yang berwarna merah, dan sedikit lesung pipi yang terpaket lengkap pada wajahnya jelas mengetuk pintu ketertarikan hatiku kepada dirinya. Tapi, apa daya. Segala macam kekagumanku terbentur pada kenyataan, bahwa yang menyukai Diandra tak hanya aku, melainkan sahabatku sendiri di kelas maupun di organisasi ini, Rexy.Aku tak mungkin menikung sahabat sendiri.
***
            “Seriusan lo tolak, Cha?”
“Iya serius, kenapa emangnya?Ngga harus diterima jugakan kalo emang ngga ada rasa?”
“Ah, parah sih lo Cha.Padahal dia perfect banget loh.Lo sih trauma lama masih aja dibawa-bawa.”
Trauma?Aku hanya tersenyum untuk membalas ucapan Mala, sahabat terdekatku di kampus.Dialah diary berjalan yang selama ini selalu menjadi tempat aku menumpahkan semua cerita-ceritaku, khususnya tentang cinta. Dan dari seluruh cerita yang aku sampaikan, hanya satu kata yang menjadi kesimpulannya tentangku: trauma.
Coba bayangkan saja.Empat tahun sudah aku lewati bersama dia, tapi dia tetap tidak mengerti bahwa tidak ada harapan yang dapat aku pertahankan dalam jarak yang terlalu jauh untuk kami jalankan.Janji-janji dan rencana mengenai pertunangan kami setelah kuliahku selesai, sekarang hanya tersisa menjadi luka.Aku kalah melawan waktu dan jarak yang memisahkan kami.Aku putuskan begitu saja hubungan cinta kami secara sepihak karena kini cintanya hanya tinggal bayang-bayang saja dalam hatiku.
            Apa salah aku merasa sepi dan kini sulit untuk membuka hati bagi pria lain? Aku sudah mati rasa menahan segala sakit yang mengoyakkan perasaanku ini.Aku tidak butuh orang baru yang datang untuk membalut luka atau mencoba menyembuhkan, aku tidak butuh itu.Aku hanya butuh sendiri dan mencoba untuk menepi.Melupakan kata “kita” antara aku dan dia yang kini telah mati karena terhempas jarak dan banyaknya janji.
***
            “Chris lo mesti bantuin gue ya deketin Diandra!,” Rexy menggebu – gebu memintaku untuk menolongnya mencari cara untuk menyatakan perasaannya pada Diandra.
            Aku hanya mengangguk – angguk malas dan mencoba untuk menahan segala kesal yang tertahan ketika nama Diandra terluncur jelas dari mulut sahabatku ini. Aku mengerti bahwa tidak salah bila Rexy menyukai Diandra, tidak salah bila Rexy memintaku untuk membantunya menyatakan perasaan, dan tidak salah bila nanti Rexy dan Diandra berpacaran. Yang salah adalah, aku! Aku yang salah karena hanya berani mencintai Diandra diam – diam, aku yang salah karena tak berani mengungkapkan atau setidaknya memberi kode kepada Diandra bahwa aku menyukainya, bahkan aku yang salah karena tidak mem-block rasa suka Rexy terhadap Diandra padahal akupun menyukai perempuan yang sama. Aku yang terlalu takut.
            “Iya Rex, iya…” Aku menjawab sebaik mungkin mengingat bahwa sahabatku sendirilah yang meminta bantuan menunjukkan keberaniannya, bukan seperti aku yang tak punya nyali.
            Tring! handphone Rexy berbunyi, menandakan ada satu chat message masuk.
            Rexy yang terlalu sibuk dengan rencana penembakan terhadap Diandra tidak mengindahkan handphonenya, dia masih terlalu di mabuk cinta dan sangat merasa bahagia.
            Aku mengecek handphone Rexy, membuka fitur chat messenger, dan mendapatkan V. Icha Stania sebagai profile name.
            “Siapa Chris?,”
            “Icha Stania,”
            “Oh, yaudah balas aja. Dia ngomongin Festival Musik bikinan BEM pusat kan ya?,”
            Jujur aku tak mendengar apa yang diucapkan oleh Rexy setelah dia bertanya siapa yang mengirimkan chat message kepadanya. Aku terlalu sibuk melihat profile picture yang sengaja aku buka, dan kini menampilkan sosok wajah perempuan yang sebelumnya tak pernah aku lihat. Aku tersenyum, cantik bisikku dalam hati.
***
Tugas! Aku lupa membawa tugasku untuk mata kuliah Pengantar Bisnis! Sudah seminggu yang lalu Dosen memberikan tugas pribadi kepadaku sebagai pengganti absensiku saat membolos dua kali pertemuan dalam mata kuliahnya.Sudah bagus dikasih kesempatan sekarang aku malah lupa membawa tugasnya, aduh gimana ini!!! Tinggal sepuluh menit lagi sampai jam mata kuliahnya dimulai!, aku menggerutu sendiri dalam hati sambil kebingungan harus berbuat apa. Ketika aku hendak mengeluarkan hand phone untuk menghubungi Mala, tiba-tiba saja aku tersentak oleh teguran seseorang.
“Cha, ngapain disini?Yuk masuk, Bu Eva sebentar lagi masuk.”Seseorang yang sangat kuhapal garis wajahnya ini menegurku dengan lembut.
“Jo, aduh gini Jo…” Aku cemas tidak tau harus berkata apa pada Johan, salah satu teman sekelasku ini.
“Kenapa, Cha?” Tanya Johan menatapku dengan tatapannya yang teduh.
“Hmm gini Jo, lo ingetkan gue udah dua kali absen mata kuliahnya Bu Eva? Gue dikasih kesempatan buat ganti absen gue dengan tugas Jo.Tapi sekarang gue lupa bawa tugasnya. Aduh, gimana nih ya Jo? Gue pasti kena omel deh.”
“Loh Cha! Ayo cepetan kita ambil tugas lo itu!”
“Kita?” kataku seraya menunjuk ke arah Johan dan diriku sendiri.
“Iya, kita! Nggak mungkin kan lo balik ke rumah naik angkot. Makan waktu banyak Cha! Udah mending sekarang lo gue anter ke rumah buat ambil tugas lo itu.”
“Eh tapi, nanti kita...”
Udah Cha, ayo cepetan! Jangan buang waktu!” belum selesai aku berkata-kata, Johan sudah menarikku ke arah parkiran motor.
Dalam perjalanan aku hanya bisa memikirkan bagaimana resiko kalau kami telat. Aku ingat betul peraturan yang diberikan oleh Bu Eva, beliau hanya mengkompromi Mahasiswa yang terlambat lima menit setelah ia masuk kelas. Selebihnya, jangan harap bisa ikut mata kuliahnya pada hari itu.
“Nggak usah takut, Cha.Kita pasti bisa masuk kelas kok.” Johan membuyarkan pikiranku, seolah-olah dia bisa membaca apa yang sedang aku pikirkan.
“Gue Cuma nggak enak aja sama lo, Jo. Gara-gara gue nanti lo bisa ikutan telat juga.”
“Ya ampun, Cha.Apa sih yang ngga buat lo?” Johan tertawa sembari melajukan sepeda motornya dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Johan, pria yang punggungnya ada di hadapanku ini memang selalu menaruh perhatian padaku.Sudah tiga minggu sejak Johan menyatakan perasaannya dan memintaku untuk menjadi kekasihnya, aku menolaknya.Tapi entah mengapa sampai sekarang Johan masih tidak mengubah sikapnya kepadaku.Seperti biasa, aku masih tetap diistimewakannya.Padahal banyak wanita cantik di kampus kami yang mengaguminya, tapi Johan tidak pernah menggubrisnya.“Cinta butuh waktu, Cha.” Itulah yang Johan katakan padaku ketika aku menanyakan alasannya kenapa ia tidak pernah mau meladeni salah satu dari wanita yang mendekatinya.
Ya, cinta butuh waktu.Hal itulah yang juga aku katakan kepada Johan ketika aku menolaknya.Saat itu aku merasa hanya butuh waktu untuk benar-benar bisa melihat Johan sebagai seseorang yang lebih dari sekedar teman.Kalau dijalani beberapa waktu lagi, mungkin aku bisa mencintainya.Kenapa tidak?Johan adalah seseorang yang pantas untuk dicintai dan dimiliki.Dia tegas, pintar, baik, dan tampan.Hampir semua kriteria yang aku inginkan untuk menjadi pacar ada dalam dirinya.Hanya saja, aku tidak merasakan cinta dalam hatiku ketika aku berada di dekatnya. Sejak memutuskan untuk berpisah dengan Yansen, aku memang tidak pernah lagi merasakan debar-debar cinta yang menyenangkan seperti dulu.
“Cha, udah sampai. Buruan ambil tugas lo terus kita ngebut ke kampus”
“Oke” kataku tanpa pikir panjang.
Sesampainya di kampus, betul saja kami telat.Tapi berkat bujukan dan predikat Johan sebagai anak kesayangan Bu Eva, kami berhasil masuk mengikuti mata kuliah Pengantar Bisnis pada hari itu.Ini sudah ke sekian kalinya Johan menyelamatkan absensiku di kelas.Sebetulnya aku bukan termasuk Mahasiswi yang malas masuk kelas.Hanya saja kesibukanku dalam organisasi BEM akhir-akhir ini banyak mengharuskanku untuk meninggalkan kelas untuk sementara.Sebuah Festival musik yang dipercayakan untuk aku ketuai tinggal menghitung hari dan banyak persiapan yang harus aku lakukan untuk kesuksesan acara itu.
***
            “Harus ya kita ikut ke pusat? Males banget Rex,”
            “Udahlah, ikut aja! Dari region kita cuma gue sama elo doang yang diajak. Sekalian juga nanti kita kenalan sama anak – anak pusat.”
Aku sebenarnya malas untuk ikut bersama dengan Rexy.Kenapa? Dia sukses mendapatkan Diandra, dan dengan bangganya dia menceritakan segala macam detil – detil percintaannya yang masih berumur 2 minggu itu kepadaku.
            “Kenapa lo ga sama Diandra aja sih?,” tanyaku masih mencoba untuk berkelit agar tidak usah menemani dia datang ke acara Festival Musik di Sanata Darma pusat.
            “Diandra ngga bisa hari ini, dia lagi pergi sama keluarganya jalan – jalan,”
            Mau tidak mau aku pun harus menemani Rexy ke dalam event akbar BEM Sanata Darma ini. Argh! Semoga saja aku tidak bosan disana kesalku dalam hati.
***
Hari yang aku tunggu akhirnya tiba, Festival Musik di kampusku akhirnya terlaksana.Aku mengundang semua teman-teman dekatku di kampus untuk ikut menghadiri Festival itu dari awal hingga akhir acara.Aku ingin mereka melihat hasil bolosku selama beberapa pekan terakhir ini.Johan juga ada disana, membawa kamera yang menggantung di lehernya. Aku tersenyum padanya, ia langsung memotretku. Di pertengahan acara, Johan memanggilku ke sebuah stand yang menjual berbagai jenis minuman segar. Kami duduk disana sambil menyeruput es buah di kedua tangan kami.
“Gimana Jo acara ini?Seru kan” tanyaku sambil membuka percakapan kami.
“Seru, Cha. Lo berhasil” senyum Johan merekah.Manis sekali. Tapi entah mengapa, sampai saat ini senyum Johan masih tidak menimbulkan reaksi apapun dalam diriku.
“Cha, sampai saat ini masih Cuma lo yang ada di pikiran gue.”Johan berkata lembut, sambil menatapku. Ah, otakku langsung berpikir kemana muara arah pembicaraan ini, “Apa nggak bisa lo coba untuk menerima gue?”.
Nah kan! Betul tebakanku, pikirku dalam hati.Johan masih mengupayakan perasaannya.
Aku memalingkan wajahku dari tatapan mata Johan yang memelas.Tepat di saat aku memalingkan wajah, aku menangkap sepasang mata sedang melihat ke arahku tajam. Seorang pria dengan setelan kaos dan blue jeans yang berdiri di antara kerumunan orang-orang itu menatap aku dengan cara yang tak biasa. Darahku berdesir.Apa ini?aku memikirkan perasaan aneh yang tiba-tiba merasuk masuk ke dalam diriku. Degup jantungku berdetak lebih cepat. Aku pernah merasakan ini, ketika Yansen menggenggam erat tanganku di Airport saat ia hendak pergi ke Jerman, untuk melanjutkan kuliahnya. Saat itu aku masih mencintainya. 
“Cha, jadi bagaimana” Tanya Johan untuk ketiga kalinya
Aku membalas pertanyaan Johan dengan senyuman, aku tau betul isi hatiku, aku tidak mencintainya.
            “Jo, sekali lagi.Maaf.”Aku kembali tersenyum sebelum melanjutkan kata-kataku.“Gue nggak bisa nerima lo, lo teman yang baik buat gue.”
***
Aku memperhatikan gadis itu, senyumnya, lekukan wajahnya, tatapan matanya. Ah, gadis itu indah. Sayang sekali tatapan mata dan senyumannya tidak ditujukan kepadaku.Gadis itu tersenyum pada pria tampan yang duduk di hadapannya.Kalau boleh kutebak, mungkin pria itu adalah pacarnya.Apa yang mereka bicarakan? Kalau kulihat dari raut wajah pria yang terus berbicara itu sepertinya pembicaraan mereka adalah sesuatu yang serius.Entahlah, itu bukan urusanku.Aku jauh-jauh datang ke sini hanya untuk menemani Rexy dan mengenal lebih dekat lagi rekan kerjaku yang berada di kampus pusat.Tapi!Argh siapa gadis itu?.
“Rex, itu siapa? Anak BEM bukan?,” tanyaku menarik tangan Rexy sambil menunjuk ke arah tempat gadis itu berada.
“Mana? Yang di stand minuman itu?,” Rexy membaca arah telunjukku, “yang ngalungin SLR kalau ga salah namanya Johan, yang di sampingnya itu si Icha,” tandas Rexy mengenali kedua orang yang aku tunjuk tersebut.
***
Aku berlari melewati kerumunan orang banyak yang asik terbawa alunan lagu yang dimainkan oleh bintang tamu kami.Aku berusaha menyelinap di antara kerumunan orang banyak untuk bisa menuju ke tenda di dekat panggung tempat panitia berkumpul.
“Cha, kemana aja dari tadi?”Mala menepuk bahuku.
            “Eh, lo Mal. Tadi gue ngobrol sama Johan sebentar di sana,” kataku sambil menunjuk ke arah stand penjualan minuman. Aku lihat Johan masih duduk di sana ditemani dengan beberapa teman-teman sekelasku.
            “Johan nembak lo lagi ya Cha?”Tanya Mala sambil tersenyum menggodaku.
            “Iya Mal, dan lagi-lagi, gue nolak dia.”
            “Ah lo Cha!Apa sih kurangnya Johan Cha, gue yakin lo sebenernya juga suka sama dia, Cuma lo takut aja ngejalanin cinta yang baru lagi. Move on Cha! Move on! Udah nggak zamannya masa lalu ngiket kita!”
Aku hanya tersenyum geli melihat antusias Mala dalam mengucapkan kalimat barusan.Dia tidak tahu bahwa ada seseorang di luar sana yang kini mulai mengaktifkan debaran cintaku kembali.
            “Oh iya Cha, gue minta passworde-mail kepanitiaan dong. Ada list sponsor yang harus diurusin nih. Cuma lo kan yang megang passwordnya?”, Tanya Mala dengan sedikit tergesa-gesa.
            “Iya, sekalian deh lo urusin sisa sponsorship yang di catetan gue nih!” aku merogoh kantongku dan tas kecil yang aku pakai untuk mencari buku catatanku.
Tidak ada! Aku mulai panik dan membongkar seluruh isi tasku.
“Gawat, buku catetan gue ilang Mal! Kayaknya jatoh deh pas tadi gue desak-desakan di kerumunan orang-orang”
“Ya ampun Cha, itukan penting banget.Terus gimana dong, pihak sponsor minta maksimal lusa kita sudah harus balas e-mail dari mereka.”Mala mulai ikut merasakan kepanikanku.
“Iya Mal gue tau. Oke oke, gue cari dulu ya di tengah-tengah sana, siapa tau ketemu.” Kataku berusaha menenangkan Mala.
            “Icha ya?” suara berat seorang pria memaksaku untuk menoleh ke arahnya, pria yang tadi menatapku secara tak biasa.
            “Saya?” tanyaku heran.Darimana orang ini tau namaku?, tanyaku dalam hati.
            “Nyari ini ya?” pria itu menyodorkan buku kecil bergambar Hello Kitty. Buku catatanku!“Tadi jatuh pas lo lewatin kerumunan. Lain kali hati – hati ya,” ujarnya lebih lembut sembari tersenyum.
***
Gadis itu melangkah meninggalkan pria tampan yang tadi berbincang dengannya.Tanpa disadari aku pun melangkah dari tempatku berdiri.Dengan sendirinya kakiku bergerak mengikuti arah gadis itu pergi, tak jauh dari tempatku semula, gadis itu menjatuhkan sebuah buku kecil.Aku memungut buku itu.Buku kecil bergambar Hello Kitty.Sepertinya gadis itu tidak sadar sudah menjatuhkan buku ini.Aku tersenyum geli memikirkan buku yang lebih cocok untuk adikku yang masih SD ini ternyata dimiliki oleh seorang gadis cantik yang seumuran denganku.Mataku menyapu kerumunan orang banyak.Kemana gadis itu pergi?tanyaku lebih kepada diri sendiri.
“Chris ke tenda panitia yuk, ketemu Icha disana,” tetiba Rexy mengajakku untuk bertandang ke tenda panitia pelaksana, dan menyebutkan nama perempuan yang kini menarik minatku.
Kehadiranku dan Rexy tidak disadari oleh sang ketua pelaksana festival musik ini, dia terlihat kalut sembari merogoh – rogoh isi tasnya mencari sesuatu.
“Icha ya?” suaraku agak tercekat ketika memanggil nama gadis itu. Lantas gadis itu tersentak dan menoleh kepadaku.
            “Saya?” gadis itu bertanya dengan wajah heran.Gadis itu pasti bingung bagaimana aku bisa mengetahui namanya.
            “Nyari ini ya?” aku menyodorkan buku kecil bergambar Hello Kitty yang tadi dijatuhkannya.“Tadi jatuh pas lo lewatin kerumunan. Lain kali hati – hati ya,” aku kontan tersenyum memandangi wajahnya yang langsung berseri mendapati buku catatannya yang sempat hilang.
            “Iya buku gue! Thanks yah,” gadis itu segera mengambil buku catatannya dari tanganku dengan senyum yang ceria di wajahnya. Darahku berdesir, Aku bahkan sempat menahan nafas ketika tangannya tak sengaja menyentuh jari-jemariku.
            Aku terpaku dan kaku di hadapan gadis ini.Jelas cinta pandang pertama itu ada dan nyata. Saat ini jelas, gadis di depanku ini merenggut segala perasaan cintaku, dan aku tidak akan memakan waktu lama lagi untuk memberanikan diri memperjuangkan apa yang cintaku inginkan. “Gue Chris, salam kenal Cha,” aku mengulurkan tangan, dan menjabat halus tangannya.
***
2 Tahun Kemudian
“Mbak Icha, tolong agak miring ke kanan sedikit badannya.” Fotografer mencoba mengarahkan gayaku.Aku memiringkan badanku sedikit ke arah kanan sampai menyentuh lengan pria yang ada di sampingku. Pria itu Christian. Pria yang cukup dengan tatapan tak biasanya,  kembali menghidupkan debaran cinta di jantungku. Aku menatap wajah pria itu. Pria itu tersenyum manis kepadaku.Sambil membetulkan tali topi togaku, ia merangkul mesra diriku.
“Oke, lihat ke arah kamera ya.Satu, dua, tiga.Cheers!”
“Terima kasih sudah menyelamatkan rasa yang hampir tenggelam, dengan hadir dalam hidupku membawa penawar bagi harap yang kian pudar.”
-Viva Fielicha Stania

Tidak ada komentar:

Posting Komentar